Tolitoli yang Kukenal

Hari itu, 20 Juni 2005, saya dapat telepon dari Koresponden RCTI Palu, Ahmad Ali. Dia bilang, redaksi RCTI meminta tiga orang untuk ditempatkan di tiga wilayah di Sulteng, yakni Kabupaten Tojo Unauna, Luwuk Banggai dan Tolitoli. Penempatan itu dimaksudkan untuk meliput pesta demokrasi, pemilihan kepala daerah (Pilkada), di daerah. Di Sulteng kebetulan, tiga kabupaten dalam tempo hampir bersamaan menggelar Pilkada Pertama di Indonesia. RCTI sebagai televisi tertua di Indonesia membuat satu acara khusus Pilkada.

Enam bulan sebelum Ahmad Ali mengabarkan peluang di RCTI itu, saya sudah bermohon ke RCTI. Saya meminta Ahmad Ali menjembatani saya, tapi sayang waktu itu Ahmad Ali sedang ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.

Sepulang dari tanah suci, Haji Ali, begitu biasa pria itu kami panggil, kemudian mengabari saya tentang peluang bekerja untuk liputan Pilkada. Saya pun langsung memilih wilayah liputan Tolitoli. Dua sahabat saya yang lain, Abdy K Mari memilih wilayah Tojo Unauna dan Abd Wahid Muhammad di Luwuk Banggai. Dua kawan saya itu belakangan ini (tahun 2007) semakin maju. Wahid sudah mendirikan radio di Ampana, ibukota Tojo Unauna. Sementara Abdy, sudah menjadi koresponden ANTV di Palu. Meskipun berjauhan kami kerap berkomunikasi lewat telepon genggam.

Setelah dihubungi Haji Ali, pekan itu juga, saya diminta membuat CV lengkap dengan photo untuk dikirim ke RCTI. Dengan senang hati saya pun melakukan itu dan tanggal 1 Mei 2005, saya pun diberi surat tugas oleh Ahmad Ali. Surat itu sebagai pegangan saya untuk melakukan tugas peliputan jurnalistik televisi.

Saat itu saya masih bekerja di Harian Radar Sulteng, sebuah surat kabar Jawa Pos Group terbit di Palu, ibukota Provinsi Sulteng. Agar bisa konsen bekerja di televisi, saya akhirnya memutuskan keluar dari Radar Sulteng. H Kamil Badrun, Pempred Radar Sulteng, mengabulkan permohonan saya. Tidak hanya itu, ia juga mendorong dan memotivasi saya.

Sebelum ke Tolitoli, saya dibekali sedikit pengetahuan jurnalistik pertelevisian dan teknik pengambilan gambar televisi oleh kamerawan RCTI Palu, Upi Nyong. Sahabt saya yang satu ini, tahun 2009 pindah tugas ke Makassar di SUN TV, milik MNC group. Sahabat saya yang satu ini sudah ada pengalaman meliput peristiwa penting di beberapa daerah. Salah satunya peristiwa konflik horizontal yang pernah berkecamuk di Poso. Berbekal pengetahuan dari Upik Nyong itulah saya menenteng kamera ke Tolitoli.

Sebelumnya saya hanya mengenal Tolitoli sebagai salah satu daerah terkenal produsen cengkeh di Indonesia. Makanya, kota ini pun diberi julukan kota cengkeh. Referensi saya hanya sedikit sekali soal Tolitoli. Saya belum mengenal bagaimana karakter orang di Tolitoli. Saya belum tahu bagaimana sikap mereka terhadap media. Saya juga belum meraba bagaimana suhu politik di kabupaten yang berpenduduk hampir 200 ribu jiwa ini. Saya hanya tahu sedikit, karena ibu dari dua anak saya lahir dan dibesarkan di Tolitoli. Hanya sesekali saya ke Tolitoli, saat hari raya Idul Fitri. Berkumpul bersama keluarga. Dua tiga hari, tak cukup untuk mengenal lebih dalam daerah ini.
Sebagai tambahannya, saya menghubungi beberapa orang Tolitoli yang tinggal di Palu. Saya ingin mengetahui beberapa hal penting tentang Tolitoli dari orang-orang itu. Apalagi kehadiran saya ketika itu bersamaan dengan memuncaknya “ketegangan politik” lokal Tolitoli menjelang Pilkada.

Soal politik di Tolitoli panjang ceritanya. Sehingga butuh waktu untuk menuliskannya. Tahun 2007 saya berencana menulis buku Pergolakan Politik di Tolitoli. Tapi urung, meskipun sudah puluhan halaman saya menulisnya. Saya urung karena, saya melihat konsekuensinya berbahaya. Daripada melahirkan masalah, biarlah menjadi catatan bagi saya.

Setelah satu, dua tahun hingga empat setengah tahun saya di Tolitoli (Juni 2005-September 2009) saya terpaksa harus meninggalkan Tolitoli, dan kembali ke Palu. Perpindahan saya karena tugas jurnalis di Kantor Berita Negara ANTARA. Saya bekerja di ANTARA Desember 2006. Setelah hampir tiga tahun (Desember 2006-Februari 2009) di ANTARA saya akhirnya organik di kantor berita yang didirikan 13 Desember 1937 itu.

Palu, 1 Oktober 2009

Tinggalkan komentar